Popular Post

Nama- Nama Anggota Kelompok II

By : Agus Saktiyono
TUGAS PEMBUATAN WEB/BLOG
MATA KULIAH
Etika Profesi Teknologi Informasi & Komunikasi




DI SUSUN OLEH:

NAMA:                                            NIM:
Agus Saktiyono                               18110454
Sopia Dewi                                      18110268
Elisma Yanti Manurung                 18110329
Cahya Rama Dani                          18110620
Leni Nurhaeni                                 18110202
Leonard Yulio Sitompul                 18110451
Ade Putri Maulina                          18110469
Sarah Junisdika                             18110484
Malia Komalasari                          18110432
Syaeful Amry                                  18110427



KELAS:12.4G.04

BINA SARANA INFORMATIKA
KAMPUS E1-CUT MUTIA
BEKASI
                2013







Kasus- Kasus Terbaru Cyber Crime

By : Agus Saktiyono

7 Kasus Cyber Crime Berhasil Diungkap


JAKARTA - Jajaran Polda Metro Jaya berhasil mengungkap sedikitnya 7 kasus kejahatan maya (cyber crime), sepanjang Januari-Maret 2013 dan mengamankan 8 orang pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Kapolda Metro, Irjen Pol Putut Eko Bayuseno menjelaskan, kasus pertama yang berhasil diungkap adalah penipuan menggunakan sarana internet. Modusnya, pelaku menawarkan barang elektronik murah, seperti handphone blackberry, Iphone 5, IPAD melalui website gudangblackbmarketcelluler008.com.

"Ini laporan masyarakat bulan Desember 2012 dan pekakunya berhasil ditangkap 19 Maret  2013 di Medan. pelakunya seorang perempuan inisial ES (21). Dia operator wensitenya. dari pengakuan ES ini kita tangka seorang laki-laki inisial BP (30)," jelas Irjen Putut Eko Bayuseno di Mapolda Metro, Kamis (11/4).

Dari kasus ini, petugas berhasil menyita 6 unit HP, 1 laptop, 1 modem dan 4 simcard. Hasil kejahatan mereka juga disita sebuah sepeda motor, 1 televisi, 1 kamera foto dan perhiasan emas.

Kedua pelaku ini dijerat dengan pasal 378 KUHP atau pasal 28 UU 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE), serta pasal 3 dan atau pasal 4 dan atau pasal 5 UU nomor 8/2010 pencegahan dan pemberantasan TPPU. Polisi juga masih mengejar 3 orang DPO inisial HH alias gethuk, EG dan H sebagai jaringan pelaku.

Sedangkan enam kasus lainnya, yakni penipuan via telepon dengan modus menawaskan barang elektronik murah dengan tersangka inisial FA (32) dan M (29) dan AS yang berstatus napi Lapas Siborong-borong. Ada juga kasus penipuan dengan mengabarkan anak korban ditangkap polisi karena terlibat kasus narkoba dengan tersangka YD dan Z.

Berhasil juga diungkap kasus perdagangan satwa langka yang dilindungi seperti burung kakatua secara online. Tersangkanya DC, sedangkan jaringannya inisial ZL dan FA masih buron.

Selain itu berhasil diungkap kasus pemalsuan ijazah yang ditawarkan melalui situs www.ptmitraonlineijazah.com, dengan tersangka MH dan IS. Sedangkan dua kasus terakhir adalah tindak pidana pornografi perfilman secara online, tersangkanya LT dan MH.

Total kerugian masyarakat dari kasus cyber crime ini tahun 2011 mencapai Rp4,8 miliar, tahun 2012 mencapai Rp5, 2 miliar dan USD 56.448. "Sedangkan tahun 2013 mencapai Rp848 juta lebih," kata Kapolda Metro sembari mengingatkan masyarakat berhati-hati dalam melakukan transaksi secara online.(fat/jpnn)
source : http://www.jpnn.com/read/2013/04/11/166959/7-Kasus-Cyber-Crime-Berhasil-Diungkap





Hacker Retas Situs Percetakan Soal UN

BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Entah ada kaitannya atau tidak dengan keterlambatan naskah soal Ujian Nasional (UN) 2013 yang tengah ramai dibicarakan, situs resmi pencetak soal UN 2013, PT Ghalia Indonesia Printing, diretas dan tidak bisa diakses oleh publik. Hal ini dibenarkan oleh Direktur PT Ghalia Indonesia Printing Hamzah Lukman.

Dalam jumpa pers di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Minggu (14/4/2013) siang, Hamzah enggan mengomentari masalah pembajakan situs resmi percetakannya tersebut. "Sudah, ya, saya masih banyak kerjaan supaya soal-soal yang ada di kami bisa segera dikirimkan dan Senin sudah sampai," kata Hamzah seusai jumpa pers UN di Kemdikbud, Jakarta, Minggu (14/4/2013).

Situs dengan alamat www.ghalia-indonesia.com tersebut tidak bisa diakses kira-kira sejak satu pekan lalu. Padahal, melalui situs ini, biasanya masyarakat dapat mengakses informasi dari percetakan tersebut terkait perkembangan proses pencetakan naskah soal UN 2013 yang digarapnya.

Saat Kompas.com membuka situs tersebut, halaman depan hanya menampilkan tulisan berwarna merah yang berbunyi "Hacked B4T4KZ 44 WAS HERE. You Data Base Is Saved! Please Patch Your System". Begitu pula dengan laman jejaring sosial Facebook yang tidak menampilkan informasi apa pun tentang perusahaan percetakan yang berada di Rancamaya, Bogor, Jawa Barat.

PT Ghalia Indonesia Printing merupakan salah satu dari enam perusahaan percetakan yang terlibat dalam pembuatan naskah soal UN 2013. Namun karena kendala teknis, naskah soal UN untuk 11 provinsi masih tertahan di percetakan tersebut dan mengakibatkan penundaan penyelenggaraan UN di provinsi-provinsi tersebut.
·  Editor: Anjar
·  Sumber: Kompas.com



Rabu, 30/01/2013 18:07 WIB
Polri: Wildan 'Hacker' Situs Presiden SBY Bekerja Sendiri

Jakarta - Peretas situs resmi Presiden SBY, Wildan Yani Ashari (22), yang berhasil ditangkap di Jember ternyata tidak memiliki tim. Dia bekerja sendiri. Saat diperiksa, Wildan mengaku telah berhasil menghack lebih dari 5.000 situs di Indonesia.

"Namanya saja Jember Hacker Team, namun dia bekerja sendiri selama ini," kata Kabareskrim Polri, Komjen Pol Sutarman kepada wartawan seusai menghadiri Rapim di PTIK, Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (30/1/2013).

Sutarman membenarkan kalau mudahnya seorang hacker mengacak-acak sebuah situs di Indonesia karena lemahnya pengamanan situs. Dirinya mengimbau agar para pemilik situs lebih melindungi situsnya dengan membuat pengamanan yang berlapis.

"Mengimbau pemilik account untuk buat pengamanan yang berlapis. Dan pengamanan harus dipantengi terus dan diubah-ubah. Jangan setelah sekian lama baru diubah-ubah itu yang buat hacker mudah pelajari dan bisa masuk," imbuhnya.

Seperti diketahui, Polisi berhasil menangkap Wildan, orang yang mengacak-ngacak situs resmi Presiden SBY di Jember, Jawa Timur. Dalam masa penyidikan diketahui motif hacker tersebut mengubah tampilan situs SBY, www.presidensby.info hanya karena iseng.

"Jumat kemarin, kami berhasil menangkap pelaku atas nama Wildan Yani Ashari (22). Dia bekerja di CV Surya Infotama yang beralamat di Jalan kebonsari, Jember. Surya infotama merupakan warung komunikasi, yang menjual spare part komputer dan software. Di situ pelaku menjadi admin," kata Direktur 2 Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Arief Sulistio kepada wartawan di PTIK, Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (29/1/2013).


Kisah Hacker Pembobol Situs Presiden SBY
Syaful Kusmandani - detikinet
Selasa, 29/01/2013 13:07 WIB

Jakarta - Identitas Jember Hacker yang meretas situs presidensby.info terungkap. Pelaku bernama Wildan Yani Ashari. Seperti apa kisahnya?

Wildan berasal dari Desa Balung Kulon, Kecamatan Balung, Jember. Sosoknya agak jauh dari dunia teknologi, karena ia hanya lulusan SMK Teknologi Pembangunan. Pihak sekolah menduga kemampuan diperoleh Wildan secara otodidak.

"Ya mungkin diperoleh dari teman temannya yang mengerti tentang komputer. Sebab di sekolah, prestasi komputernya biasa biasa saja. Apalagi dia kan bukan jurusan komputer, tetapi teknik bangunan," kata Kabag Kesiswaan SMK Teknologi Balung, Sunarso, kepada detikINET, Selasa (29/1/2013).

Sunarso menambahkan, selama mengenyam pendidikan di SMK Teknologi Balung, Wildan dikenal sebagai siswa yang pendiam dan lugu. Dalam keseharian, Wildan justru terlihat aktif di bidang olahraga.

"Kemampuan akademik di bidang komputer, ya biasa saja seperti layaknya siswa yang lain," ujar Sunarso.

Bahkan dalam nilai sekolah, Wildan tak pernah mendapat ranking dan belum pernah masuk ke dalam sepuluh besar. Karena itu, Sunarso menduga, kemampuan Wildan dalam komputer diperoleh dengan cara otodidak.

Sementara, orangtua Wildan, Ali Zakfar mengaku selama ini memang tidak mengetahui aktivitas anaknya itu di luar rumah, yang dia ketahui, selama ini Wildan bekerja menjaga warnet di kawasan Jember kota.

"Dia bekerja di warnet yang ada di jalan Letjend Suprapto Jember. Jadi waktunya memang lebih banyak untuk pekerjaannya itu," tambah Ali.

Wildan ditangkap tim Cyber Crime Mabes Polri beberapa hari lalu. Ia diduga sebagai pelaku yang sempat merusak akses ke situs www.presidensby.info dengan meninggalkan jejak sebagai 'Jember Hacker Team'.

Saat itu Id-SIRTII langsung melakukan penyelidikan untuk menemukan pelaku, dan hasil yang didapat adalah lokasi IP Address dan DNS dari Texas, Amerika Serikat. Namun setelah ditelusuri lebih lanju polisi akhirnya menangkap Wildan.


Inilah Alasan Wildan Meretas Situs Presiden SBY
Tribun Jogja - Rabu, 30 Januari 2013 08:43 WIB


TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri meringkus peretas (hacker) situs resmi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wildan Yani S (22), di Jember, Jawa Timur, Jumat (25/1/2013) lalu.

Dari hasil pemeriksaan sementara, Wildan mengaku hanya iseng meretas situs yang beralamat www.presidensby.info itu. "Dengan motif iseng saja, hanya mengganti tampilan," ujar Direktur II Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Arief Sulistyo, di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), Jakarta Selatan, Selasa.

Arief menjelaskan, Wildan mengganti tampilan asli halaman depan situs Presiden. Saat diretas, laman tersebut menampilkan latar belakang hitam dengan tulisan warna hijau di bagian atas yang berbunyi "Hacked by MJL007", sementara di bawahnya tertera sebuah logo dan tulisan "Jemberhacker Team" berwarna putih.

Hal itu juga dilakukannya pada situs lain seperti www.jatireja.network, dan www.polresgunungkidul.com.

Penangkapan, terang Arief, melalui investigasi online terhadap situs www.jatireja.network yang merupakan internet service provider (ISP). Situs presidensby.info, tambah Arief menggunakan ISP jatireja tersebut. "Ini (www.jatireja.network) adalah internet service provider. Dari hasil online investigation, kami dapatkan identitas dengan rangkaian yang panjang atau IP adressnya, dan posisinya di Jember. Posisi itu adalah warnet. Sehingga saat itu online langsung kami lakukan penangkapan," terangnya.

Terkait penangkapan itu polisi menyita dua unit CPU di Jember. Sebanyak 5 orang saksi yang juga pengelola situs telah diperiksa. Wildan pun saat ini masih menjalani pemeriksaan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Wildan terancam pasal 22 huruf B Undang-undang 36/1999 tentang Telekomunikasi dan pasal 30 ayat 1, ayat 2 dan atau ayat 3, jo pasal 32 ayat 1 UU No 11/2008 tentang Internet dan Transaksi Elektronik (ITE).

Penangkapan Wildan memicu reaksi kelompok hacker internasional terkemuka, Anonymous.  Mereka pun menyatakan "perang" terhadap Pemerintah Republik Indonesia dengan menumbangkan situs-situs berdomain '.go.id'. Satu-persatu situs-situs pemerintah bertumbangan dan dengan target utama kembali melumpuhkan situs Presiden SBY. Sejak Selasa malam sampai Rabu dini hari, tak kurang dari tujuh domain telah dilumpuhkan dan sebagian di-deface alias diganti tampilan berisi pesan peringatan. Situs-situs yang sudah dilumpuhkan antara lain beberapa sub domain di situs KPPU, BPS, KBRI Tashkent, Kemenkumham, Depsos, dan Kemenparekraf, bahkan Indonesia.go.id.

"Government of Indonesia, you cannot arrest an idea NO ARMY CAN STOP US #Anonymous #OpFreeWildan #FreeAnon," (Pemerintah Indonesia tidak dapat membelenggu sebuah pemikiran. Tidak ada pasukan apapun yang dapat menghentikan kami) demikian pernyataan di situs Twitter kelompok hacker tersebut, Rabu. (*)



Algerian National Extradited from Thailand to Face Federal Cyber Crime Charges in Atlanta for SpyEye Virus 


ATLANTA—Hamza Bendelladj, an Algerian national also known as Bx1, will be arraigned on federal cyber crime charges for his role in developing, marketing, distributing, and operating the malicious computer virus SpyEye.
“No violence or coercion was used to accomplish this scheme, just a computer and an Internet connection,” said United States Attorney Sally Quillian Yates. “Bendelladj’s alleged criminal reach extended across international borders, directly into victims’ homes. In a cyber netherworld, he allegedly commercialized the wholesale theft of financial and personal information through this virus which he sold to other cyber criminals. Cyber criminals, take note—we will find you. This arrest and extradition demonstrates our determination to bring you to justice.”
“Hamza Bendelladj has been extradited to the United States to face charges of controlling and selling a nefarious computer virus designed to pry into computers and extract personal financial information,” said Acting Assistant Attorney General Mythili Raman. “The indictment charges Bendelladj and his co-conspirators with operating servers designed to control the personal computers of unsuspecting individuals and aggressively marketing their virus to other international cybercriminals intent on stealing sensitive information. The extradition of Bendelladj to face charges in the United States demonstrates our steadfast determination to bring cyber criminals to justice, no matter where they operate.”
“The FBI has expanded its international partnerships to allow for such extraditions of criminals who know no borders,” stated Mark F. Giuliano, Special Agent in Charge, FBI Atlanta Field Office. “The federal indictment and extradition of Bendelladj should send a very clear message to those international cyber criminals who feel safe behind their computers in foreign lands that they are, in fact, within reach.”
Bendelladj, 24, was indicted by a federal grand jury in Atlanta, Georgia on December 20, 2011. The 23-count indictment charges him with one count of conspiring to commit wire and bank fraud, 10 counts of wire fraud, one count of conspiracy to commit computer fraud, and 11 counts of computer fraud. Bendelladj was apprehended at Suvarnabhumi Airport in Bangkok, Thailand, on January 5, 2013, while he was in transit from Malaysia to Egypt. The indictment was unsealed on May 1, 2013. Bendelladj was extradited from Thailand to the United States on May 2, 2013, and was arraigned in United States District Court before United States Magistrate Judge Janet F. King.
According to court documents, the SpyEye virus is malicious computer code, or malware, which is designed to automate the theft of confidential personal and financial information, such as online banking credentials, credit card information, usernames, passwords, PINs, and other personally identifying information. The SpyEye virus facilitates this theft of information by secretly infecting victims’ computers, enabling cyber criminals to remotely control the computers through command and control (C&C) servers. Once a computer is infected and under the cyber criminals’ control, a victim’s personal and financial information can be surreptitiously collected using techniques such as “web injects,” which allow cyber criminals to alter the display of webpages in the victim’s browser in order to trick them into divulging personal information related to their financial accounts. The financial data is then transmitted to the cyber criminals’ C&C servers, where criminals use it to steal money from the victims’ financial accounts.
The indictment alleges that from 2009 to 2011, Bendelladj and others developed, marketed, and sold various versions of the SpyEye virus and component parts on the Internet and allowed cyber criminals to customize their purchases to include tailor-made methods of obtaining victims’ personal and financial information. Bendelladj allegedly advertised the SpyEye virus on Internet forums devoted to cyber crime and other criminal activities. In addition, Bendelladj allegedly operated C&C servers, including a server located in the Northern District of Georgia, which controlled computers infected with the SpyEye virus. One of the files on Bendelladj’s C&C server in the Northern District of Georgia allegedly contained information from approximately 253 unique financial institutions.
If convicted, Bendelladj faces a maximum sentence of up to 30 years in prison for conspiracy to commit wire and bank fraud; up to 20 years for each wire fraud count; up to five years for conspiracy to commit computer fraud; up to five or 10 years for each count of computer fraud; and fines of up to $14 million.
Members of the public are reminded that the indictment contains only allegations. A defendant is presumed innocent of the charges, and it will be the government’s burden to prove a defendant’s guilt beyond a reasonable doubt at trial.
This case is being investigated by special agents of the Federal Bureau of Investigation.
Special Assistant United States Attorney Nicholas Oldham and Assistant United States Attorney Scott Ferber of the Northern District of Georgia and Trial Attorney Carol Sipperly of the Criminal Division’s Computer Crime and Intellectual Property Section are prosecuting the case. Valuable assistance was provided by the Criminal Division’s Office of International Affairs, which worked with its international counterparts to effect the extradition.

UU ITE Indonesia

By : Agus Saktiyono

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :
a. bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap    terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
b. bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentukbentuk perbuatan hukum baru;
d. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
e. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
f. bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan. Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;


Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI
ELEKTRONIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan
Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses,
mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Selengkapnya download disini

Pengertian Cyber Law

By : Agus Saktiyono
Hukum Siber (Cyber Law) adalah istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi (Law of Information Techonology) Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual. Istilah hukum siber digunakan dalam tulisan ini dilandasi pemikiran bahwa cyber jika diidentikan dengan “dunia maya” akan cukup menghadapi persoalan ketika terkait dengan pembuktian dan penegakan hukumnya. Mengingat para penegak hukum akan menghadapi kesulitan jika harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan sebagai “maya”, sesuatu yang tidak terlihat dan semu [1]. Di internet hukum itu adalah cyber law, hukum yang khusus berlaku di dunia cyber. Secara luas cyber law bukan hanya meliputi tindak kejahatan di internet, namun juga aturan yang melindungi para pelaku e-commercee-learning; pemegang hak cipta, rahasia dagang, paten, e-signature; dan masih banyak lagi.

source : http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_siber

Latar Belakang Cyber Law

By : Agus Saktiyono

Implikasi Perkembangan Dunia Cyber
Hadirnya masyarakat informasi (information society) yang diyakini sebagai salah satu agenda penting masyarakat dunia di milenium ketiga antara lain ditandai dengan pemanfaatan Internet yang semakin meluas dalam berbagai akiivitas kehidupan manusia,bukan saja di negara-negara maju tapi juga di negara-negara berkembang termasukIndonesia. Fenomena ini pada gilirannya telah menempatkan ”informasi” sebagai komoditas ekonomi yang sangat penting dan menguntungkan. Untuk merespon perkembangan ini Amerika Serikat sebagai pioner dalam pemanfaatan Internet telahmengubah paradigma ekonominya dari ekonomi yang berbasis manufaktur menjadi ekonomi yang berbasis jasa(from a manufacturing-based economy to a service-basedeconomy).Peruhahan ini ditandai dengan berkurangnya peranan traditional law materials dansemakin meningkatnya peranan the raw marerial of a service-based economyyakniinformasi dalam perekonomian Amerika.
Munculnya sejumlah kasus yang cukup fenomenal di Amerika Serikat pada tahun 1998telah mendorong para pengamat dan pakar di bidang teknologi informasi untukmenobatkan tahun tersebut sebagai moment yang mengukuhkan Internet sebagai salah satu institusi dalam mainstream budaya Ametika saat ini. Salah satu kasus yang sangat fenomenal dan kontroversial adalah ”Monicagate” (September 1998) yaitu skandalseksual yang melibatkan Presiden Bill Clinton dengari Monica Lewinsky mantan pegawai Magang di Gedung Putih.
Masyarakat dunia geger, karena laporan Jaksa Independent Kenneth Star mengenaiperselingkuhan Clinton dan Monica setebal 500 halaman kemudian muncul di Internetdan dapat diakses secara terbuka oleh publik.Kasus ini bukan saja telah menyadarkanmasyarakat Amerika, tapi juga dunia bahwa lnternet dalam tahap tertentu tidak ubahnyabagai pedang bermata dua.
Eksistensi Internet sebagai salah satu institusi dalam mainstream budaya Amerika lebihditegaskan lagi dengan maraknya perdagangan electronik (E-Commerce) yang diprediksikan sebagai ”bisnis besar masa depan” (the next big thing).Menurut perkiraan Departemen Perdagangan Amerika, nilai perdagangan sektor ini sampai dengan tahun2002 akan mencapai jumlah US $300 milyar per tahun.
Demam E-Commerce ini bukan saja telah melanda negara-negara maju seperti Amerika dan negara-negara Eropa, tapi juga telah menjadi trend dunia termasuk Indonesia.Bahkan ada       semacam kecenderungan umum di Indonesia, seakan-akan ”cyber law” ituidentik dengan pengaturan mengenai E-Commerce. Berbeda denganMonicagate,fenomena E-Commerce ini boleh dikatakan mampu menghadirkan sisi prospektif dariInternet.
Jelaslah bahwa eksistensi Internet disamping menjanjikan sejumlah harapan,  pada saatyang sama juga melahirkan kecemasan-kecemasan baru antara lain munculnya kejahatanbaru yang lebih canggih dalam bentuk ”cyber crime”, misalnya munculnya situs-situsporno dan penyerangan terhadap privacy seseorang. Disamping itu mengingat karakteristik Internet yang tidak mengenal batas-batas teritorial dan sepenuhnyaberoperasi secara virtual (maya), Internet juga melahirkan aktivitas-aktivitas baru yangtidak sepenuhnya dapat diatur oleh hukum yang berlaku saat ini(the existing law).Kenyataan ini telah  menyadarkan masyarakat akan perlunya regulasi yang mengatur mengenai aktivitas-aktivitas yang melibatkan Internet
Atas dasar pemikiran diatas, penulis akan mencoba untuk membahas mengenai pengertian ”cyber law” dan ruang lingkupnya  serta  sampai sejauh mana urgensinya bagiIndonesia untuk mengantisipasi munculnya persoalan-persoalan hukum akibat pemanfaatan Internet yang semakin meluas di Indonesia.
Cyberspace
Untuk sampai pada pembahasan mengenai cyber law, terlebih dahulu perlu dijelaskan satu istilah yang sangat erat kaitannya dengan cyber law yaitu cyberspace (ruangmaya), karena cyberspace-lah yang akan menjadi objek atauconcern dari cyber law.Istilah cyberspace untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh William Gibson seorang penulis fiksi ilmiah (science fiction) dalam novelnya yang berjudul Neuromancer Istilahyang sama kemudian diulanginya dalam novelnya yang lain yang berjudul Virtual Light.
Menurut Gibson, cyberspace ”... was a consensual hallucination that felt and looked likea physical space but actually was a computer-generated construct representing abstractdata”. Pada perkembangan selanjutnya seiring dengan meluasnya penggunaan komputer.istilah ini kemudian dipergunakan untuk menunjuk sebuah ruang elektronik(electronicspace), yaitu sebuah masyarakat virtual yang terbentuk melalui komunikasi yang terjalindalam sebuah jaringan kornputer (interconnected computer networks).’ Pada saat ini,cyberspace sebagaimana dikemukakan oleh Cavazos dan Morin adalah:”... represents avast array of computer systems accessible from remote physical locations”.
Aktivitas yang potensial untuk dilakukan di cyberspace tidak dapat diperkirakan secara pasti mengingat kemajuan teknologi informasi yang sangat cepat dan mungkin sulit diprediksi.Namun, saat ini ada b eberapa aktivitas utama yang sudah dilakukan di cyberspace seperti Commercial On-line Services, Bullelin Board System, ConferencingSystems, Internet Relay Chat, Usenet, EmaiI list, dan entertainment.Sejumlah aktivitastersebut saat ini dengan mudah dapat dipahami oleh masyarakat kebanyakan sebagai aktivitas yang dilakukan lewat Internet. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa apayang disebut dengan ”cyberspace” itu tidak lain.  adalah Internet yang juga sering disebut sebagai”a network of net works”. Dengan karakteristik seperti ini kemudian ada jugayang menyebut ”cyber space” dengan istilah ”virtual community” (masyarakat maya)atau ”virtual world” (dunia maya).
Untuk keperluan penulisan artikel ini selanjutnya cyberspace akan disebut dengan
Internet. Dengan asumsi bahwa aktivitas di Internet itu tidak bisa dilepaskan dari manusia dan akibat hukumnya juga mengenai masyarakat (manusia) yang ada di ”physical word”(dunia nyata), maka kemudian muncul pemikiran mengenai perlunya aturan hukum untuk mengatur aktivitas tersebut. Namun, mengingat karakteristik aktivitas di Internet yang berbeda dengan di dunia nyata, lalu muncul pro kontra mengenai bisa dan tidaknya sistem hukum tradisional/konvensional (the existing law) yang mengatur aktivitas tersebut. Dengan demikian, polemik ini sebenarnya bukan mengenai perlu atau tidaknya suatu aturan hukum mengenai aktivitas di Internet, melainkan mempertanyakan eksistensi sistem hukum tradisional dalam mengatur aktivitas di Internet.
Pro-Kontra Regulasi Aktivitas di Internet
Secara umum munculnya pro-kontra bisa atau tidaknya sistem hukum tradisional mengatur mengenai aktivitas-aktivitas di Internet disebabkan karena dua hal yaitu; (1)karakteristik aktivitas di Internet yang bersifat lintas-batas, sehingga tidak lagi tunduk pada batasan-batasan teritorial, dan (2) sistem hukum traditional (the existing law) yang justru bertumpu pada batasan-batasan teritorial dianggap tidak cukup memadai untukmenjawab persoalan-persoalan hukum yang muncul akibat aktivitas di Internet. Pro-kontra mengenai masalah ini sedikitnya terbagai menjadi tiga kelompok.
Kelompok pertama secara total menolak setiap usaha untuk membuat aturan hukum bagi aktivitas-aktivitas di Internet yang didasarkan atas sistem hukum tradisional/konvensional.
Istilah ”sistem hukum tradisional/konvensional” penulis gunakan untuk menunjuk kepada sistem hukum yang berlaku saat ini yang belum mempertimbangkan pengaruh-pengaruh dari pemanfaatan Internet.
Mereka beralasan bahwa Internet yang layaknya sebuah ”surga demokrasi” (democraticparadise) yang menyajikan wahana bagi adanya lalu-lintas ide secara bebas dan terbuka tidak boleh dihambat dengan aturan yang didasarkan atas sistem hukum tradisional yang bertumpu pada batasan-batasan territorial. Dengan pendirian seperti ini, maka menurut kelompok ini Internet harus diatur sepenuhnya oleh sistem hukum baru yang didasarkan atas norma-norma hukum yang baru pula yang dianggap sesuai dengan karakteristik yang melekat pada Internet.Kelemahan utama dari kelompok ini adalah mereka menafikkan fakta, bahwa meskipun aktivitas Internet itu sepenuhnya beroperasi secara virtual, namun masih tetap melibatkan masyarakat (manusia) yang hidup di dunia nyata (physicalworld).
Sebaliknya, kelompok kedua berpendapat bahwa penerapan sistem hukum tradisional untuk mengatur aktivitas-aktivitas di Internet sangat mendesak untuk dilakukan.Tanpa harus menunggu akhir dari suatu perdebatan akademis mengenai sistem hukum yang paling pas untuk mengatur aktivitas di Internel.Pertimbangan pragmatis yang didasarkan atas meluasnya dampak yang ditimbulkan oleh Internet memaksa pemerintah untuk segera membentuk aturan hukum mengenai hal tersebut.Untuk itu semua yang paling mungkin adalah dengan mengaplikasikan sistem hukum tradisional yang saat ini berlaku.
Kelemahan utama kelompok ini merupakan kebalikan dari kelompok pertama yaitu mereka menafikkan fakta bahwa aktivitas-aktivitas di Internet menyajikan realitas dan persoalan baru yang merupakan fenomena khas masyarakat informasi yang tidak sepenuhnya dapat direspon oleh sistem hukum tradisional.
Kelompok ketiga tampaknya merupakan sintesis dari kedua kelompok di atas. Merekaberpendapat bahwa aturan hukum yang akan mengatur mengenai aktivitas di Interne tharus dibentuk secara evolutif dengan cara menerapkan prinsip-prinsip ”common law”yang dilakukan secara hati-hati dan dengan menitikberatkan kepada aspek-aspek tertentu dalam aktivitas ”cyberspace” yang menyebabkan kekhasan dalam transaksi- transaksi di Internet. Kelompok ini memiliki pendirian yang cukup moderat dan realistis, karena memang ada beberapa prinsip hukum tradisional yang masih dapat merespon persoalan hukum yang timbul dari aktivitas Internet disamping ju ga fakta bahwa beberapa transaksi di Internet tidak dapat sepenuhnya direspon oleh sistem hukum tradisional.

- Copyright © INSIDIOUS - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Kelompok II -